Sunday, March 13, 2011

Rumput tetangga

Biasanya rumput tetangga terlihat lebih hijau dibandingkan rumput milik kita sendiri (kata peribahasa).... Maksudnya apa yang dimiliki oleh orang lain terlihat lebih bagus dibandingkan milik kita sendiri.
Karena di rumah tidak menanam rumput, tentu saja rumput tetangga terlihat lebih hijau ya? he he :)
Sayangnya juga, tetangga-tetangga saya juga tidak ada yang menanam rumput..hua hua :D, jadi memang tidak ada rumput disekitar rumah saya. Sudah pada dibeton atau memang sudah ditanami tanaman lain, seperti di rumah saya, sudah penuh dengan tanaman asoka dan pohon palem, makanya nggak menanam rumput.
Tapi tetap saja ya,kelihatannya rumah orang lebih menarik dibanding rumah kita sendiri.
Saat ini saya sedang bingung menentukan pilihan, untuk tetap memberikan les privat atau berhenti ya?
Loh, ini apa hubungannya sama 'rumput tetangga'?
Masalahnya, sekarang waktu saya banyak tersita di kantor dan dijalan, saya tidak bisa lagi menyalurkan hobi saya tidur di bus (wong jarang dapat tempat duduk di bus) dan sayangnya saya juga baru menyadari betapa egoisnya orang2 (selama ini saya tidur kale ya), bayangin saya sering melihat ibu hamil maupun ibu yang bawa anak berdiri di bus, tapi tidak satupun yang memberikan tempat duduk. Duh tega banget ya orang2. Karena saya juga berdiri, jadi saya pun tidak bisa membantu.
Nah, dalam keadaan seperti ini, sering saya iri dengan orang2 yang bisa naik mobil sendiri (duh rumput tetangga bener2 lebih hijau deh). Saya iri karena mereka bisa tidur dengan tenang di mobilnya (bagi yang punya supir ya).
Dulu waktu masih berangkat naik metromini 45 dan 47, orang2 itu masih ramah, memberikan tempat duduk ke ibu2 (meskipun sekali saya melihat ada orang hamil juga dicuekin di metromini 45). Sekarang berangkat ke kantor menuju Gatot Subroto dan jalan jenderal sudirman, yang katanya notabene tempat perkantoran elit yang keren, tapi orang2nya egois, tidak mau berbagi. Saya tahu tidak semua orang2 yang bekerja di daerah elit sudirman dan gatot subroto seperti itu (kan saya termasuk bukan orang egois..he he :), bukan muji diri sendiri loh, karena kl brangkat kadang2 saya berpikir, buat apa dapat tempat duduk, toh ujung2nya nanti saya berikan tempat duduk saya ke orang lain).
Saya hanya merasa 'iri' ingin kembali merasakan kenyamanan berangkat kerja ke arah pulomas lagi.
Termasuk dalam rangka memberikan les privat dimalam hari. Saya 'iri' ingin kembali bisa memberi les jam 5, tidak seperti sekarang dimana saya memberi les sekitar jam 7.30 atau 8 malam, sehingga saya pulang ke rumah sudah larut malam, padahal tetap saya harus bangun pagi untuk berangkat kerja lagi.
Saya sedang bertanya pada diri saya sendiri, apa sih yang saya cari? Apa sih sebenarnya yang saya lakukan?
Saya 'iri' dengan diri saya yang dulu lagi. Kalau saya ingin menangis, karena saya merasa lelah pulang pada jam 9 malam setelah memberi les, tiba-tiba Allah SWT menunjukkan saya tukang mie/nasi goreng keliling yang membawa gerobaknya dan harus berkeliling pada malam hari dan Allah SWT lebih banyak lagi memperlihatkan kepada saya, orang2 yang mulai bekerja pada malam hari untuk mencari sesuap nasi dengan hasil yang tak seberapa dibandingkan hasil yang saya peroleh.
Saya malu untuk mengeluh pada Allah SWT. Saya malu sekali. Tapi saya bingung, karena saya tidak pernah sekalipun membayangkan memberi les pada malam hari, pulang kerja setelah maghrib. Tidak pernah sekalipun saya membayangkan hidup saya seperti ini. Sepi.
Yang dulu hidup saya penuh dengan canda tawa murid-murid, sekarang sepi sekali. Bicara tidak boleh keras, harus berbisik-bisik seperti akan menggosipkan orang, padahal cuma buat ngobrol saja.
Dulu saya marah sekalipun dengan murid, itu hanya di kelas agar murid-murid saya disiplin dan mendengarkan saya, tetapi di luar kelas, saya pasti tertawa dan bercanda dengan murid - murid saya.
Rasanya sepi sekali, berangkat kerja pun saya melihat orang-orang dalam keadaan terburu-buru, tidak tenang.
Saya 'iri' dengan hal-hal kecil yang dulu sering saya alami. Saya tahu, saya tidak boleh mengeluh. Banyak sekali orang ingin pekerjaan saya, dan hampir semua orang bilang saya beruntung. Tetapi saya saat ini merasa hampa.
Meskipun banyak hal yang harus saya pelajari saat ini, jujur saya merasa biasa saja. Saya sudah menaruh hati dan semangat untuk bekerja, tapi saat ini saya tidak merasa semangat.
Kenapa? karena saya tahu saya harus melepas keinginan untuk mengajar lagi?
Waktu sudah tidak berpihak pada saya lagi. Pulang malam dari kantor dan keadaan jalanan di jakarta yang tidak ramah membuat saya harus memutuskan untuk tidak memberi les lagi. Bukan saya sedih karena uang les yang akan melayang, bukan, karena jujur uang les itu tidak sebanding dengan pengeluaran saya. Uang les itu hanya habis di ongkos, bahkan saya kadang2 malah harus nombok, karena saya harus beli makanan di jalan dan naik ojek yang justru jadi lebih mahal.
Saya benar-benar harus mengurangi beberapa hal yang saya suka, termasuk membaca buku, sudah tidak ada waktu lagi membaca buku, pekerjaan banyak sekali (pekerjaan yang saya tidak mengerti).
Saya bingung, apakah ini hukuman buat saya?? Saya merasa saya tidak pernah mengeluh waktu bekerja di sekolah (maklum saya selalu memanfaatkan waktu, bila diminta pulang jam 4, saya malah lebih dari jam 4 sore baru pulang dati sekolah, karena sibuk memberi les; bila tidak ada yang les, ya mengobrol dengan murid-murid dan guru-guru sekalian baca buku).
Saya merasa saya tidak boleh mencintai sesuatu secara berlebihan oleh Allah SWT. Saya mencintai dan suka sekali mengajar anak-anak, sekarang saya tidak bisa melakukannya lagi. Saya seperti diingatkan oleh Allah SWT, bahwa hanya Allah SWT saja yang boleh dicintai. Salahkah saya bila saat ini komplain dan merasa rumput tetangga lebih hijau?
Apakah mencintai pekerjaan mengajar, salah? Orang-orang akan bilang salah sendiri melamar menjadi pns.
Saya akui saya salah. Saya melamar menjadi pns bukan untuk menjadi pns, tapi mencari jodoh, wong saya yakin sekali tidak bakal diterima menjadi pns. Saya tidak berniat menjadi pns.
Tapi apa yang harus saya lakukan, karena ayah saya ingin saya menjadi pns. Orang tua saya tinggal ayah saya saja. Saya ingin membahagiakan ayah saya, karena saya merasa saya belum sempat membuat ibu saya bahagia, jadi saya ingin ayah saya merasa tenang bila saya menjadi pns. Saya ingin sekali ayah saya bahagia dan tenang. Saya ingin ayah saya tidak perlu khawatir memikirkan saya.
Ternyata cita-cita/keinginan kita kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan.
Rumput tetangga oh rumput tetangga, saya merasa 'iri' saat ini dengan waktu....dengan semangat. Saya merasa kehilangan semangat, waktu.
Semoga dengan seiringnya waktu berlalu, saya dapat memahami apa saya berusaha capai dan lakukan saat ini.
Mungkin saya harus melupakan apa yang pernah saya lakukan, tidak boleh membandingkan lagi antara pekerjaan yang dulu dan sekarang.
Saya merasa hal ini amat susah saya lakukan, bahkan impossible saya lakukan, tapi saya berusaha tidak membandingkan lagi pekerjaan yang dulu dan sekarang, membandingkan waktu yang sepertinya sudah tidak sepihak lagi dengan saya.
Saya yakin Allah SWT bersama saya selamanya dan memberi petunjuk untuk saya dalam menjalani hidup.
Toh, saya bekerja juga untuk yang di Atas kan? hanya untuk Allah SWT saya bekerja, karena saya begitu mencintai-NYA, sehingga saya sanggup membuat ayah saya bahagia. Amin.
Saya yakin padaMu Ya ALLAH. Maafkan hamba-MU, yang terlalu sering komplain ini....he he :).

No comments: